ARTIKEL
Mengenal Al-khowarizmi Bapak Aljabar
Siapa
yang belum pernah mendengar kata Aljabar? Setiap orang yang mengaku lulusan
sekolah pasti pernah mendengarnya. Tapi apakah sebenarnya Aljabar itu? Sebagian
orang langsung membayangkan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan
hitung-hitungan yang rumit. Tetapi ada juga yang menganggapnya sebagai
permainan yang mengasikkan. “Asal tahu aturan-aturannya, aljabar itu asyik
kok!”
Di
masa Anda sekolah, pasti Anda pernah diminta guru matematika Anda untuk
menyelesaikan soal persamaan seperti ini: x + 6 = 12. Tentukan x!
Lalu
Anda dan teman-teman Anda menunduk dan mulai mencoret-coret buku. Dan mungkin
seperti inilah coretan Anda:
x
+ 6 = 12
x
= 12 – 6
Anda memindah 6, yang merupakan
salah satu suku dari persamaan itu dari ruas kiri ke ruas kanan ( ruas kiri dan
kanan batasnya adalah tanda sama dengan). Nah, disini berarti Anda telah melakukan
suatu’Al jabr’. Al Jabr berarti proses memindahkan suku-suku keseberang
tanda sama dengan dalam persamaan untuk menuju proses penyelesaian.
Kemudian Anda melanjutkan;
x
= 6
Lalu
guru Anda pun manggut-manggut, merasa puas karena berarti Anda telah memahami
apa yang barusan diterangkan tadi.
Dari
manakah sebenarnya asal kata aljabar itu? Jika pertanyaan ini ditujukan kepada
anak-anak SMP yang kebetulan gurunya belum pernah menyinggung permasalahan ini,
mereka akan menjawab bahwa kata ini tidak mungkin berasal dari bahasa Inggris,
Latin, apa lagi bahasa Indonesia. Kata ini kemungkinan berasal dari bahasa
Arab. Bahkan ada yang menghubungkan dengan Kitab suci Al Qur’an, mengingat
sama-sama berawalan Al.
Kata
Aljabar memang berasal dari bahasa Arab. Lebih tepat kata ini diambil dari
sebuah buku karya Al Khowarizmi yang berjudul “Al Mukhtazar fi Hizab al’jabr wa
al- muqabala”. Buku ini populer di kalangan ilmuwan barat. Tetapi sayangnya
tidak populer di kalangan mahasiswa-mahasiswa eksakta kita yang kebanyakan
justru mengambil sumber-sumber belajarnya dari kalangan tangan kedua yaitu
ilmuwan-ilmuwan barat seperti Leibniz dan Chauchy.
Begitu
populernya kata aljabar, tetapi tidak banyak yang tahu siapakah Al Khowarizmi?
Jika Anda mengira dia lahir di Arab yaitu Arab Saudi yang kita kenal sekarang,
Anda salah. Al Khowarizmi atau nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad
Ibnu Musa Al-Khowarizmi lahir di Khiran, Al Khwarizm, sebuah daerah
di Uzbekiztan pada tahun 740 Masehi atau tahun 194 Hijriah. Kemudian beliau
tinggal di Baghdad, kota yang terkenal dengan dongeng seribu satu malam. Di
kota inilah beliau mendapat prestasi ilmiah yang tinggi dan menjadikannya
sebagai maestro para cerdik pandai di masa itu. Sehingga akhirnya beliau
dipercaya khalifah dalam urusan di Baitul Hikmah, sebuah lembaga khusus untuk
para ilmuwan Baghdad. Beliau wafat di kota ini juga pada tahun 850 M atau 266
H.
Nama
Al Khowarizmi sendiri kemudian diserap menjadi kata Algoritmi (latin)
atau Algorism (Inggris) atau algoritma (Indonesia), sebuah istilah yang
pasti sangat akrab di kalangan programmer komputer dan kurang lebih diartikan
sebagai langkah-langkah yang sistematis dan teratur dalam menyelesaikan suatu
masalah.
Kitab
asli karya Al Khowarizmi dalam bahasa Arab, yang secara singkat kita sebut Al
Jabr al Muqabala sendiri telah lama hilang. Kita hanya bisa mengetahui karya
terjemahannya yaitu “Liber Algebras et Almuqabala” oleh Robert de Chester. Atau
yang lebih termahsyur yaitu “ de jebra al et almuqabala” oleh Gerard De
Cremona. Hal ini sangat disayangkan mengingat buku inilah sebenarnya yang
menjadi pijakan bagi perkembangan aljabar, seperti halnya buku “element” karya
Euclid yang menjadi pijakan bagi perkembangan geometri.
Mengingat
karyanya ini maka menurut Gandz, Al Khowarizmi patut disebut sebagai Bapak
Aljabar. Beliaulah yang mengajarkan aljabar dalam bentuk elementer dan
penerapannya, serta memberi pijakan bagi perkembangan aljabar modern. Tetapi
dunia Barat terkesan malu-malu untuk mengakuinya dan malah menyebut
Diopanthus, ilmuwan Yunani yang hidup sekitar abad 3 SM sebagai bapak Aljabar.
Kontribusi
lain Al Khowarizmi yang terkenal adalah Teorema “Casting’s out 9’s” yang
menyatakan bahwa bila suatu bilangan dibagi 9 maka sisanya sama dengan sisa
bila jumlah angka penyusunnya juga dibagi 9. Ambillah contoh sebarang bilangan
misalnya 4.586.789 dibagi 9 adalah 509.643 sisanya 2. Kemudian angka
penyusunnya dijumlah yaitu 4 + 5 + 8 + 6 + 7 + 8 +9 = 47. Lalu 47 dibagi 9
hasilnya 5 ada sisa yang sama dengan sisa bilangan semula yaitu 2. Jika Anda
tidak percaya dengan teorema ini, silahkan Anda coba untuk sembarang bilangan
yang lain.
Aturan
itu dapat digunakan untuk memeriksa kebenaran suatu penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian bilangan asli.
Komentar
Posting Komentar