Langsung ke konten utama


 Koneksi Antar Materi – LK. 1.4

 

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Keberpihakan kepada murid ini adalah salah satu pemikiran utama Ki Hajar Dewantara yaitu guru harus menghamba pada murid. Guru wajib untuk menuntun segala kodrat yang ada pada murid untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia. Segala hal yang dibutuhkan murid dalam belajar harus sebisa mungkin difasilitasi oleh guru.

Guru merupakan sosok yang harus dapat menuntun, mengarahkan, memberi teladan, dan memberdayakan murid. Murid membutuhkan sosok panutan, penuntun, kawan yang percaya padanya, untuk menghantarkannya ke masa depannya. Sedangkan belajar adalah sarana dan segala upaya untuk menuntun murid menemukan jati dirinya serta mengajarkan segala karakter baik kepada murid. 

Pandangan seseorang terhadap kita disebut dengan nilai. Apakah kita bernilai baik atau bernilai buruk. Bagi seorang guru penggerak tentu harus memiliki nilai yang dapat menunjang aktifitas pembelajarannya. Disamping nilai-nilai tersebut, Guru Penggerak juga harus memainkan perannya dalam kehidupan sekolah atau pendidikan. Keterkaitan antara nilai dan peran guru penggerak dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara terdapat pada implemetasi nilai dan peran guru penggerak yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, berdasar pada tiga semboyan pendidikan dan azas trikon. Nilai dan peran Guru Penggerak merupakan cerminan aktualisasi nyata dari Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) tentang merdeka belajar. Dengan peran dan nilai tersebut, maka diharapkan guru mampu mewujudkan siswa yang merdeka belajar. Guru yang mampu mewujudkan siswa yang berprofil Pelajar Pancasila.

Seorang guru sudah semestinya memiliki visi yang jauh melampaui zamannya. Ia tidak sekedar mengajar untuk mengantarkan peserta didik ke jenjang pendidikan berikutnya.  Tujuan dari visi sekolah pastilah menginginkan murid yang merdeka. Murid yang memiliki karakter sesuai profil Pancasila. Murid merdeka bermakna murid memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif secara menyenangkan dan tanpa paksaan.

Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Untuk mencapai perubahan itu ada cara pendekatannya yaitu mengunakan cara atau model dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan, Model manajemen perubahan yang menggunakan pendekatan/paradigma Inkuiri Apresiatif itu adalah  BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi).  IA juga salah satu Model Manajemen Perubahan Kolaboratif. Ternyata inilah jalan bagaimana mewujudkannya dengan sebuah pendekatan perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten.

IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Dalam melakukan perubahan di sekolah tidak semudah  membalikkan telapak tangan. Semua butuh proses dan keteguhan dalam menjalankannya. Pelan tapi pasti, lambat-laun jika perubahan positif itu dijalankan secara konsisten pada akhirnya perubahan itu akan terasa ringan dan dapat menjadi suatu kebiasaan.

Budaya positif penting dikembangkan di sekolah. Mutu sekolah dapat dilihat dari budaya positif yang hidup dan dikembangkan warga sekolah. Budaya positif sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi siswa dan masyarakat sekitar sekolah.

Dalam mewujudkan budaya positif peran guru di kelas adalah membuat kesepakatan-kesepakatan bersama murid untuk mencapai visi sekolah. Dalam hal membuat kesepakatan di kelas ,guru senantiasa menegaskan budaya positif yang disepakati menjauhkan hukuman ataupun pemberian hadiah sebagai bujukan untuk pembiasaan budaya positif. Hasil kesepakatan dapat ditempel didalam ruangan kelas ,agar dapat oleh seluruh siswa. Jika budaya positif telah menjadi pembiasaan  oleh seluruh warga sekolah ,niscaya visi sekolah tercapai.

Dalam menjalankan budaya positif tersebut, kadangkala kita menjumpai anak yang melanggar kesepakatan. Dalam menerapkan disiplin positif, seorang guru dapat memposisikan peran guru dalam mengontrol perilaku dikelas maupun di lingkungan sekolah. Teori tentang Lima posisi Kontrol yang digagas oleh Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) yakni : (1). Penghukum, (2). Pembuat orang merasa bersalah, (3). Teman, (4). Monitor/Pemantau, dan (5). Manajer. Namun secara ringkas dapat disimpulkan bahwa tipe kontrol sang guru kepada murid dengan model penghukum adalah tahapan yang paling rendah dari pemberlakuan disiplin kepada siswa. Pada tahapan ini model guru dengan pola menghukum siswa tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah apalagi memaksanakan siswa untuk disiplin positif. Di posisi selanjutnya, model manajer merupakan tingkatan tipe kontrol paling tinggi dalam penerapan pola disiplin positif kepada siswa. Dalam penerapannya guru dapat mengetahui tugas dan tanggung jawab dirinya, mendampingi/menuntun murid sebagai mitra belajar, sehingga murid akan merasakan pembelajaran yang aman, nyaman, hingga tercapainya wellbeing, sehingga pada muaranya sang murid tersebut merasakan dirinya menjadi bagian dari kepengawasan sang guru.

Oleh karena itu, budaya positif yang ada di sekolah akan membantu pencapaian visi sekolah impian. Guna mewujudkan visi sekolah impian, peran guru sebagai ujung tombak kualitas pendidikan di sekolah sangatlah penting. Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembangnya murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidikan lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.

 

 

 

Referensi /Daftar Pustaka :

· https://www.sahabatsains.com/2021/01/aksi-nyata-14-modul-budaya-positif.html

· https://guraru.org/guru-berbagi/1-4-a-9-koneksi-antar-materi-pentingnya-budaya-positif/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3.3.a.6 Refleksi Terbimbing -- Pengelolaan Program Yang Berdampak Pada Murid

  Pengelolaan Program Yang Berdampak Pada Murid Slamet Sugianto , S.Pd  CGP 3 Kabupaten Jember   Apa yang menarik bagi Anda setelah mempelajari pengelolaan program yang berdampak pada murid? Dalam menyusun suatu program kegiatan perlu dianalisis terlebih dahulu tentang dampak dan resiko yang mungkin terjadi hingga kemungkinan terburuk sekalipun. Program yang berdampak langsung pada siswa tentu saja dalam hal merancang pembelajaran di kelas atau di luar kelas . Hal yang menarik dalam mempelajari program ini adalah : 1.        Memahami sumber daya yang dimiliki oleh sekolah 2.        Memanfaatkan aset yang sekolah miliki. 3.        Mengetahui tahapan pengelolaan program secara efektif. 4.        Bentuk-bentuk program dan strategi memilih bentuk program yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan aspek-aspek dalam pengembangan program (format, durasi kerja, sumber daya, lokasi) . 5.        Melaksanakan monitoring dan evaluasi sebagai bahan refleksi atas program yang sudah berj
Modul 3.2.a.9 Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya     Oleh : Slamet Sugianto, S.Pd       Sumber daya di sekolah merupakan sebuah ekosistem, karena didalamnya terdapat interaksi antara faktor biotik (murid, guru, tendik, kepala sekolah, pengawas sekolah, orang tua, dan masyarakat sekitar) dan abiotik (sarana, prasarana dan keuangan), seorang pemimpin pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya dapat diawali dari lingkaran terkecil di dalam sekolah, yakni di dalam lingkungan kelas, di luar kelas/dilingkungan sekolah,  menuju lingkaran yang lebih luas yakni masyarakat sekitar sekolah.      Dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan yaitu: -         Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi