International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:
1.
Kemitraan.
Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk
membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal
tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
2.
Memberdayakan.
Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal
ini, dengan sesi coaching yang
ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach menginspirasi
coachee untuk menemukan jawaban-jawaban sendiri atas permasalahannya.
3.
Optimalisasi.
Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan
jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi
coachee berkembang
Ki Hajar
Dewantara sebagai bapak pendidikan kita telah mengemukakan bahwa pendidikan itu
adalah proses menuntun yang dilakukan
guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik
sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. Proses menuntun tersebut dapat
dilakukan salah satu caranya adalah dengan melakukan proses coaching. Coaching
dalam dunia pendidikan sangat sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar
Dewantara.
Dalam coaching
ini ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai
coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup
sesuai tuntutan alam dan zaman. Dalam proses coaching guru sebagai pamong
mengajukan pertanyaan efektif dan reflektif untuk menggali segala potensi yang
dimiliki murid dengan tidak memberikan solusi akan tetapi mengarahkan mencari
solusi.
Coaching juga
memiliki keterkaitan erat dengan nilai dan peran guru penggerak. Terutama dalam
nilai kreatif dan peran sebagai coaching bagi guru lain. Setelah mempelajari materi
coaching, seorang guru penggerak akan semakin terbuka dengan hal-hal baru.
Sebagai seorang coach yang baik, seorang guru penggerak harus memiliki
kreativitas tinggi dalam menentukan pertanyaan selama coaching berlangsung.
Selain itu, juga kreativitas dalam berkomunikasi secara efektif.
Salah satu
bentuk untuk melejitkan potensi murid adalah dengan mengintegrasikan
pembelajaran berdiferensiasi, pembelejaran yang selalu memperhatikan kebutuhan
belajar peserta didik berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar. Guru
sebagai coach dibutuhkan untuk menggali kebutuhan murid sehingga guru dapat
mendisain proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang
dimiliki murid.
Selain itu,
secara sosial emosional segala potensi murid dapat berkembang secara
maksimal. Proses coaching dapat berjalan degan mengoptimalkan ranah social
emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan
potensi dan kemampuannnya sendiri. Segala potensi akan tergali dengan proses
coaching yang dilakukan guru. Murid akan menemukan kedewasaan dalam menghadapi
setiap kemelut dalam hidupnya dan mereka akan menemukan jati diri dengan proses
coaching yang dilakukan guru. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan
merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensinya masing-masing.
Selain itu
pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan,
melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan
menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan
diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif
dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah
didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.
Proses
menuntun yang dilakukan dalam coaching adalah sebuah usaha untuk mengeksplorasi
murid untuk mampu melejitkan potensinya. Konsep coaching sangat dibutuhkan
dalam memberikan layanan pada murid karena sangat berbeda dengan konsep
konseling dan mentoring.
Coaching tidak
hanya berawal dari masalah tetapi dari kondisi yang memungkinkan peserta didik
mampu memaksimalkan potensi dan kekuatannya untuk menemukan dan
menyelesaikannya sendiri. Mentoring merupakan proses dilakukan ahli
dengan berbagi pengalaman kepada mantee untuk menyelesaikan masalahnya.
Sedangkan konseling konselor memberikan bantuan solusi untuk menyelesaikan
masalah konseli.
Coaching yang
dilakukan coach kepada coachee sedikitnya membutuhkan empat keterampilan
diantaranya:
1. Keterampilan
membangun dasar proses coaching
2. Keterampilan
membangun hubungan baik
3. Keterampilan
berkomunikasi
4. Keterampilan
memfasilitasi pembelajaran
Keterampilan
melakukan coaching kepada guru lain dan juga murid merupakan sebuah upaya
menumbuhkan potensi murid secara holistik. Pemahaman ini pada akhirnya akan
membuat kebutuhan belajar murid dengan lebih baik. Pemenuhan kebutuhan belajar
murid adalah salah satu indikator terlaksananya pembelajaran berpusat pada
murid sesuai filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara.yang nantinya akan
dijadikan sebuah rancangan aksi; dan Will (Keinginan untuk maju): komitmen
coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Model GROW
menjadi pijakan dalam melakukan coaching yang selanjutnya dikembangkan menjadi
model TIRTA yang meliputi langkah-langkah Tujuan utama pertemuan/pembicaraan;
Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; dan Tanggung
jawab/komitmen. Dalam Aksi Aspek berkomunikasi untuk mendukung praktik coaching
antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar aktif, Bertanya reflektif
dan Umpan balik positif.
Dari segi
bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan
murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir
potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap
mengalir, tanpa sumbatan.
Refleksi CGP
Untuk
mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid ternyata tidak semudah
membalikan telapak tangan. Perlu kerja keras dan komitmen dari seorang guru
untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Salah satu caranya yaitu
dengan terus meningkatkan kompetensinya. Guru dituntut untuk mengetahui dan
memenuhi kebutuhan belajar tiap murid yang berbeda-beda dengan memberikan
pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun
hubungan sosial-emosional dengan murid, dan juga guru harus bisa menjadi
seorang coach bagi murid-muridnya dalam rangka mengembangkan segala potensi
yang ada pada murid. Guru yang berperan sebagai coach menunjukan sebuah
pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk itu marilah kita semua belajar dan
terus belajar demi kemajuan dan perkembangan murid-murid kita.
Komentar
Posting Komentar